Beranda | Artikel
Nifaq Amali (Perbuatan)
Rabu, 9 November 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas

Nifaq ‘Amali (Perbuatan) adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas pada 22 Rabi’ul Akhir 1443 H / 27 November 2021 M.

Nifaq ‘Amali (Perbuatan)

Menit ke-6:48 Yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafik, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya dari agama, tetapi merupakan wasilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya ada dalam dirinya iman dan nifaq. Lalu jika perbuatan nifaqnya banyak, maka akan bisa menjadi sebab terjerumusnya dia ke dalam nifaq sesungguhnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا، إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ.

“Ada empat hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafik sejati, dan jika terdapat padanya salah satu dari sifat tersebut, maka ia memiliki satu karakter kemunafikan hingga ia meninggalkannya: 1) jika dipercaya ia berkhianat, 2) jika berbicara ia berdusta, 3) jika berjanji ia memungkiri, dan 4) jika bertengkar ia melewati batas.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Hibban dan yang lainnya)

Menit ke-25:31 Terkadang pada diri seorang hamba terkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan kebiasaan-kebiasaan buruk, perbuatan iman dan perbuatan kufur dan nifaq. Karena itu, ia mendapatkan pahala dan siksa sesuai konsekuensi dari apa yang telah ia lakukan, seperti malas dalam melakukan shalat berjama’ah di masjid. Ini adalah di antara sifat orang-orang munafik.

Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu pernah berkata:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَىٰ هٰؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَىٰ بِهِنَّ ، فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى ، وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَىٰ ، وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِـيْ بُيُوْتِكُمْ كَمَا يُصَلِّـيْ هٰذَا الْمُتَخَلِّفُ فِـيْ بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّـةَ نَبِيِّكُمْ ، وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ…

“Barangsiapa yang senang bertemu dengan Allah di hari Kiamat kelak dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia menjaga shalat lima waktu dimanapun ia mendengar adzan. Sungguh Allah telah mensyari’atkan kepada Nabi kalian Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  sunnah-sunnah yang merupakan petunjuk. Dan shalat lima waktu termasuk sunnah-sunnah yang merupakan petunjuk. Seandainya kalian shalat di rumah kalian sebagaimana orang yang tertinggal ini shalat di rumahnya (dia tidak shalat berjama’ah di masjid) niscaya kalian akan meninggalkan sunnah Nabi kalian. Seandainya kalian meninggalkan sunnah-sunnah Nabi kalian, niscaya kalian akan sesat..

‘Tidaklah seorang bersuci dengan baik kemudian dia menuju salah satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap langkah kakinya dan dengannya Allah mengangkat derajatnya dan menghapuskan kesalahannya.’

..Dan saya melihat (pada zaman) kami (para Sahabat), tidak ada yang meninggalkan shalat berjama’ah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya. Sungguh dahulu seorang dari kami harus dipapah (digotong) di antara dua orang hingga diberdirikan di barisan shalat yang ada.” (HR. Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i)

Ibnu Mas’ud menyampaikan hal ini kepada para sahabat yang lain. Bahwa yang meninggalkan shalat berjamaah adalah orang munafik. Tidak ada seorang sahabat pun yang membantah hal tersebut. Dan memang demikian dizaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sifat nifaq adalah sesuatu yang buruk dan sangat berbahaya, sehingga para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum begitu sangat takutnya kalau dirinya terjerumus ke dalam nifaq. Ibnu Abi Mulaikah Rahimahullah berkata: “Aku bertemu dengan 30 Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka semua takut kalau-kalau ada nifaq dalam dirinya.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari)

Perbedaan antara Nifaq Besar dengan Nifaq Kecil

Perbedaan nifaq besar dan kecil:

Nifaq besar mengeluarkan pelakunya dari agama, sedangkan nifaq kecil tidak mengeluarkannya dari agama.

Nifaq besar adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal keyakinan, sedangkan nifaq kecil adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal perbuatan bukan dalam hal keyakinan.

Nifaq besar tidak terjadi dari seorang Mukmin, sedangkan nifaq kecil bisa terjadi dari seorang Mukmin.

Pada umumnya, pelaku nifaq besar tidak bertaubat, seandainya pun bertaubat, maka ada perbedaan pendapat tentang diterimanya taubatnya di hadapan hakim. Lain halnya dengan nifaq kecil, pelakunya terkadang bertaubat kepada Allah, sehingga Allah menerima taubatnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ

“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Baqarah[2]: 18)

Juga firmanNya:

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pe-lajaran?” (QS. At-Taubah[9]: 126)

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download Mp3 Kajian Nifaq ‘Amali (Perbuatan)


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52360-nifaq-amali-perbuatan/